Cari Blog Ini

Selasa, 10 Januari 2017

Bukan untuk Kita tinggalkan

lambat laun mata ini terbuka, menatap keadaan masyarakat yg disebut warga negara Indonesia, pertanyaan tentang mengapa negara ini tak kunjung maju maju disebabkan berbagai persoalan masa lalu khususnya peristiwa peristiwa yg mengorbankan umat manusia dg jumlah yg tak sedikit tidak segera diselesaikan dg tepat dan tegas.
seolah olah pemegang jabatan hanya sekedar melontarkan janji manis kemudian berlalu dg masalah kasur dan dapurnya sendiri, pintar dalam melemparkan alasan untuk lepas dari pertanggungjawaban.
masyarakat kini semakin sakit dan sakitnya makin akut, bayangkalah wahai sodaraku, dijaman yg bisa dikatakan teknologi semakin modern namun ada sebagian masyarakat masih buta wacana kekinia, masih terbelenggu oleh trauma ketakutan peristiwa 65, amit amit dan jangan jangan ada juga yg  masih menyimpan dendam kesumat walau sekedar tersimpan dalam kotak keluarga masing masing,,,,
wahai sodaraku,,
sungguh mengerikan jika yg terjadi dalam membangun kemerdekaan ini berlandaskan dendam kesumat pastinya pertumpahan darah akan terulang terulang terulang kembali,,,
apalah artinya beribu ribu lembar peraturan dan hukum ditulis hanya menghabiskan kertas dan pepohonan,,,,,,
namun saudaraku,,,kita tidak boleh berkecil hati, harapan adanya perbaikan dan perubahan tetap harus kita jaga selama nyawa dikandung badan, bisa jadi engkau yg dapat memahami langkah apa yg harus dilakukan,,,
seiring waktu nyanyian lusuhnya kain bendera di halaman rumah kita, bukan suatu alasan untuk kita tinggalkan,,

beji, 17 11 2013, dini hari

Jumat, 22 November 2013

Gugatan Warganegara/ CLS

CLS

Para tergugat dalam kasus swastanisasi air mempersoalkan model hak gugat warga negara ataucitizen law suit (CLS). Mereka menilai model gugatan itu tak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Karena itu PN Jakarta Pusat tidak berwenenang mengadili dan memutus perkara ini.

Belasan warga negara yang tergabung dalam Tim Advokasi Hak atas Air menggugat Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan, Gubernur dan DPRD DKI Jakarta, PDAM Jakarta. Dalam eksepsi yang disampaikan ke pengadilan 29 April lalu, para tergugat menilai model CLS tak bisa digunakan. Pranata hukum acara perdata asing tak bisa dipakai begitu saja tanpa ada landasan hukum yang mengaturnya.

Namun penggugat menampik eksepsi para tergugat. Dalam sidang Senin (13/5) kemarin, penggugat menilai para tergugat belum mampu memahami dengan baik konsep CLS meskipun model gugatan warga negara itu sudah masuk dan diakui dalam sistem hukum Indonesia.

Penggugat menunjukkan putusan pengadilan dalam perkara perlindungan hukum terhadap pekerja rumah tangga (putusan No. 146/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst), gugatan atas ujian nasional yang sudah diputusan Mahkamah Agung (putusan No. 228/Pdt.G/2006/PN.Jkt/Pst), dan gugatan atas penyelenggaraan jaminan sosial (putusan No. 278/Pdt.G/2010/PN. Jkt.Pst). Ketiga perkara itu menggunakan model CLS. Dari ssi substansi, CLS dimaksudkan melindungi warga negara dari kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran dari negara atau otoritas negara.

CLS memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan institusi pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang atau yang melakukan kegagalan dalam memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan undang-undang serta para penggugat tidak perlu membuktian ada kerugian langsung yang bersifat nyata.

“Sangat disayangkan sekali jika gugatan warga negara masih dianggap tidak dikenal,” ucap kuasa hukum para penggugat, Arif Maulana, dalam persidangan, Senin (13/5).

Arif menilai para tergugat tidak mampu memahami konsep gugatan warga negara. Soalnya, dalam mekanisme gugatan warga negara, penggugat adalah warga negara yang bertindak  mengatasnamakan warga negara. Jadi, penggugat dalam hal ini cukup membuktikan bahwa dirinya adalah warga negara Indonesia. Oleh karena itu, penggugat tidak harus membuktikan kerugian material yang telah dideritanya sebagai dasar gugatan, berbeda dengan gugatan perdata biasa.

“Kami meminta majelis hakim menolak eksepsi para tergugat dan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa perkara ini,” ucapnya.

Kuasa Presiden enggan menanggapi peringatan tersebut. Bahkan, kuasa hukumnya juga tidak mau menyebutkan namanya. “Mohon maaf, kita tidak memiliki kewenangan untuk menjawab perkara ini,” ucapnya.


sumber; hukumonline

KURSUSNYA SYAHDAN APALAGI PANITIA DAN PESERTANYA

PESERTA KURSUS HAK ASI MANUSIA TAHUNAN LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT (ELSAM) 2013


Senin, 19 Agustus 2013

hukum aku

dari segala materi yang tampak dapat engkau rasakan degan indra mu


demikian pula materi yang tampak mengubah cara pandangmu

dapatkah engkau menghakimi kemuliaan manusia disela kehinaannya

meratapi segala ketidak senangannya